Minggu, 18 Februari 2018

Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas V SDN Kapopo Menyelesaikan Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat dengan Menggunakan Garis Bilangan Kesepakatan Satu

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Pembelajaran matematika di sekolah dasar sangat penting bagi siswa, sebab dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu dihadapkan dengan masalah-masalah yang membutuhkan pemecahan matematika. Masalah matematis yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yaitu masalah penjumlahan dan pengurangan, sehingga materi operasi penjumlahan dan pengurangan di kelas V SD menjadi materi penting yang harus dikuasai dan dipahami siswa.
Pihak sekolah tentunya berupaya untuk memberikan pemahaman kepada siswa terhadap operasi penjumlahan dan pengurangan, khususnya guru yang menjadi eksekutor dalam membelajarkan siswa. Berbagai upaya dan strategi digunakan guru dalam proses pembelajaran matematika khususnya materi penjumlahan dan pengurangan dengan harapan siswa mampu memahami materi dengan baik.
Pemahaman siswa terhadap operasi penjumlahan dan pengurangan tentunya bukan sebatas pemahaman abstraksi, sebab berdasarkan observasi awal dan tes awal yang diberikan kepada siswa kelas V SDN Kapopo dengan soal yang membutuhkan penyelesaian dengan menggunakan garis bilangan, masih banyak siswa yang tidak mengetahui cara penyelesaian soal tersebut. Dari jumlah 34 siswa yang mengikuti tes hanya 5 orang yang mampu menjawab soal dengan benar.  Setelah diwawancarai secara klasikal, ada siswa yang mengatakan bahwa mereka lupa cara menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan menggunakan garis bilangan.
Sampel hasil pengerjaan tes awal siswa SDN Kapopo dapat dilihat pada gambar 1, 2 dan 3 sebagai berikut:
Description: G:\1.jpg
Gambar 1.1 Menunjukkan hasil pengerjaan siswa yang salah semua
Gambar 1.2 Menunjukkan hasil pengerjaan siswa yang benar semua
Gambar 1.3 Menunjukkan hasil pengerjaan siswa yang hanya mampu mengerjakan operasi hitung bilangan bulat positif dan bilangan bulat positif

Hasil wawancara yang diperoleh dari guru kelas mengatakan bahwa pemahaman siswa jaman sekarang berbeda dengan pemahaman siswa terdahulu, siswa sekarang jika diajarkan materi pada siang hari keesokan harinya pasti mereka lupa. Sehingga hal ini menjadi penyebab banyaknya siswa yang tidak mampu menyelesaikan soal yang diberikan pada tes awal.
Berdasarkan permasalahan di atas yang menjadi analisis peneliti terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal yang diberikan, yaitu masih banyak siswa yang memahami konsep operasi penjumlahan dan pengurangan sebatas pemahaman abstrak. Permasalahan tersebut dapat di atasi dengan menggunakan pendekatan konkrit atau kontekstual agar siswa tidak mudah lupa dengan konsep yang diajarkan, sebab anak usia sekolah dasar masih berpikir konkrit.
Salah satu pendekatan kontekstual yang dapat digunakan dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan yaitu menggunakan garis bilangan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Yusmaneli (2012:274) tentang peningkatan kemampuan penjumlahan bilangan bulat positinegatidapat ditingkatkan melalui penggunaan lidi  berwarnpada siswa Tunagrahita Ringan.
Pembelajaran menggunakan garis bilangan ada dua macam, yaitu garis bilangan kesepakatan satu dan garis bilangan kesepakatan dua. Penggunaan garis bilangan pada pembelajaran penjumlahan dan pengurangan akan memberikan pemahaman konkrit kepada siswa bagaimana suatu bilangan dioperasikan sehingga mereka tidak mudah lupa. Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini berupa pembelajaran langsung, yaitu guru menjelaskan materi kepada siswa dengan menggunakan alat peraga kemudian membagikan LKS dan selanjutnya siswa mengerjakan LKS yang dibagikan oleh guru.
Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti akan melakukan upaya perbaikan pembelajaran pada pembelajaran matematika khususnya materi  penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan garis bilangan kesepakatan satu di SDN Kapopo, sehingga judul yang diajukan yaitu “Meningkatkan kemampuan siswa kelas V SDN Kapopo dalam menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan garis bilangan   kesepakatan satu”
1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu “Bagaimanakah kemampuan siswa menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan dapat ditingkatkan dengan menggunakan garis bilangan kesepakatan satu di kelas V SDN Kapopo”?
1.3         Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi peningkatan kemampuan siswa kelas V SDN Kapopo dalam menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan garis bilangan kesepakatan satu.
1.4         Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1.    Siswa; memberikan pemahaman konkrit tentang operasi penjumlahan dan pengurangan.
2.    Guru; sebagai pembelajaran dalam melaksanakan pembelajaran yang mampu menanamkan pemahaman konsep secara nyata pada siswa.
3.    Sekolah; sebagai sumbangsih positif guna meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, khususnya di SDN Kapopo.
4.    Almamater; untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan dan sebagai pencitraan, khususnya Program Studi PGSD FKIP UNTAD.
1.5         Batasan Istilah
Agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda, maka diberikan definisi istilah sebagai berikut:
1.    Bilangan bulat yang dimaksud pada penelitian ini yaitu semua himpunan bilangan asli {1,2,3,4, ...}, bilangan 0 dan bilangan negatif {-1,-2,-3,-4, ...}.
2.    Kemampuan yang dimaksud oleh peneliti yaitu kesanggupan siswa untuk menyelesaikan soal-soal penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan garis bilangan secara benar.
3.    Garis bilangan yang dimaksud oleh penulis adalah sebuah garis dimana titik-titik berpasangan dengan bilangan bulat dan jarak antara titik bilangan bulat yang satu dengan yang lainnya adalah sama.
4.    Kesepakatan satu yang dimaksud pada penelitian ini  meliputi kesepakatan-kesepakatan berikut: 1) Setiap akan melakukan peragaan, posisi awal aktivitas peragaan harus selalu dimulai dari bilangan atau skala 0 (nol), 2) Jika bilangan yang ditambah atau dikurangi bertanda positif, maka anak panah diarahkan ke bilangan positif dan bergerak maju sesuai bilangannya.  Sebaliknya jika bilangan yang ditambah atau dikurangi bertanda negatif, maka anak panah diarahkan ke bilangan negatif dan bergerak maju sesuai bilangannya, 2) Jika anak panah dilangkahkan maju, maka dalam prinsip operasi hitung istilah maju dapat diartikan sebagai "penjumlahan". Sebaliknya, jika anak panah dilangkahkan mundur maka istilah mundur dapat diartikan sebagai "pengurangan". 3) Namun demikian, gerakan maju atau mundurnya anak panah tergantung pada bilangan penambah atau pengurangnya. Untuk gerakan maju: apabila bilangan penambahnya merupakan bilangan positif, maka gerakan maju anak panah harus ke arah bilangan positif. Sebaliknya, apabila bilangan penambahnya merupakan bilangan negatif, maka gerakan maju anak panah juga harus ke arah bilangan negatif. 4)Untuk gerakan mundur: apabila bilangan pengurangnya merupakan bilangan positif, maka anak panah akan mundur dengan ujung anak panahnya menghadap ke bilangan positif. Sebaliknya, apabila bilangan pengurangnya merupakan bilangan negatif, maka anak panah akan mundur dengan ujung anak panahnya menghadap ke bilangan negatif, 5) Dalam penjumlahan, hasil akhir dapat dilihat dari posisi akhir ujung anak panah, sedangkan dalam pengurangan, hasil akhir dilihat dari posisi pangkal anak panah.

 



 BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1         Penelitian yang Relevan

1.    Yusmaneli (2012:274) Meningkatkan Kemampuan Penjumlahan Bilangan Bulat PositiNegatiMenggunakan Lidi  BerwarnPada Siswa Tunagrahita RinganBerdasarkan  hasil  penelitia yang  tela peneliti  lakukan diperole peningkatan hasil belajar  sisw tunagrahita  ringa di  kela VII/C  SMPL YPPC  Paina dala materi penjumlahan  bilanga bula positif  da negatif    bilanga sampa −20  20  dengan menggunakan media lidi berwarna. Dimulai dari sebelum peneliti melaksanakan penelitiasampai pelaksanaan siklus I dan siklus II, diperoleh hasil belajar yang signifikan dari kelimsiswa tersebut. Hasil penelitian juga menunjukan peningkatan aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran.  Sebelum  penelitia belum  terliha aktivita sisw denga baik.  Setelah dilakuka penelitia siklus   da siklus  I terliha peningkata aktivita belaja siswa. Kegiatan siswa juga semakin lebih terarah sehingga hasil belajar dan aktivitas belajar siswa juga semakin baik.
2.    Sonatri Oktilia (2012:48) “Penerapan Media Ceke Untuk Meningkatkan Kemampuan Penjumlahan Bilangan Bulat Bagi AnaBerkesulitan Belajar”. Berdasarkan   penelitian dilakukan dengan pengolahan serta analisis  datanya maka dapa diambil   kesimpula bahwa   Ha  diterim da Ho  ditolak.   Mak dar itu  dapat dinyatakan   bahwa   kemampuan   menjumlahkan   bilangan   bulat   pada   anak   X   dapat ditingkatkan   melalui   media   ceker.   Dalam   penelitian   kemampuan   siswa   mengalami peningkataini, terbukti dari data yang diperolesaaIntervensi, pada pertemuan kedelapasampa ke  sebela sampa 80% 
2.2         Kajian Pustaka
2.2.1   Kemampuan Belajar Matematika
Kemampuan (ability) sering disamakan dengan bakat (aptitude). William dan Michael  dalam Suryabrata (2004:160) menjelaskan bahwa “bakat merupakan kemampuan individu untuk melakukan suatu tugas yang tergantung sedikit banyak dari latihan”. Sedangkan Bingham dalam Indra (2008:173) “menitik beratkan pada kemampuan Individu setelah individu tersebut mendapat latihan-latihan”. Menurut Guilford (2000:122) membagi kemampuan menjadi tiga jenis yaitu: (1) Kemampuan perseptual adalah melalui kemampuan dalam mengadakan persepsi atau pengamatan antara lain mencakup faktor-faktor kepekaan indra, perhatian, kecepatan, persepsi dan sebagainya, (2) Kemampuan psikomotor adalah mencakup beberapa faktor antara lain: kekuatan, kecepatan gerak, ketelitian, keluwesan, dan lain-lain dan (3) Kemampuan intelektual adalah kecenderungan yang menekankan pada kemampuan akal dimana mencakup beberapa faktor antara lain: ingatan, pengenalan, evaluasi, berfikir dan lain-lain.
Menurut Iskandar (2009:76), “ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek”.
Kemampuan dari kata dasar mampu kuasa, bisa, sanggup, dapat. Dan apabila mendapat imbuhan ke, an, maka menjadi kemampuan yang berarti, kesanggupan, kecakupan, kekuatan (KBBI: 707). Kemudian Tamuwijaya (2006:45), mengatakan yang dimaksud dengan kemampuan adalah kesiapan mental dan intelektual, baik berwujud kematangan, sikap dan pengetahuan maupun ketrampilan yang dapat dipergunakan untuk merumuskan kebutuhan pelajar.
Untuk meningkatkan kemampuan seseorang, diperlukan latihan yang berulang-ulang sehingga terbentuk kemampuan yang diharapkan dari pembelajaran matematika. Menurut Sumiati (2008:104) bahwa untuk meningkatkan kemampuan, dapat dicapai dengan latihan dan praktek. Latihan tersebut harus berulang-ulang sehingga terbentuk kemampuan yang diharapkan dari siswa. Selain itu dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan, seorang guru harus melibatkan anak dalam proses berpikir agar anak memiliki pengalaman langsung dalam pembelajaran. Seperti yang dikemukakan Edgar Dale (wikipedia, 2012) bahwa “belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung”.
Kemampuan belajar matematika pada penelitian ini diukur melalui Tes. Tes dilakukan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan hasil belajar siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Sobry (2013:25) bahwa keberhasilan belajar yaitu tercapainya tujuan pembelajaran khusus materi yang dipelajari selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dan cara untuk mengetahui tujuan pembelajaran yang telah tercapai yaitu dengan mangadakan tes. Selanjutnya Suryanto (2009:1.9) mengemukakan bahwa Tes merupakan salah satu jenis alat ukur yang digunakan untuk menagih hasil belajar siswa, dari hasil tersebut kita akan mampu menarik kesimpulan tentang perkembangan belajar siswa.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan belajar matematika ialah kesanggupan sesorang dalam melakukan sesuatu yang ia kerjakan sesuai potensi yang ada dalam dirinya dan sesuai dengan apa yang ingin ia kerjakan berhubungan dengan matematika.
2.2.2   Teori Belajar Matematika
Seiring dngan perkembangannya strategi pembelajaran dari berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada peserta didik (student centered) maka berkembang pula cara paandang terhadap bagaimaana peserta didik belajar an memperoleh pengetahuan. Kenyataan bahwa peserta diidik adalah makhluk hidup yang mempunyai kemampuan berpikir, maka tentu mereka mempunyai kemampuan untk menyesuaikan diri dengan lingkungan belajar dan lingkungan hidup. Mereka, secara individual maupun berkelompok dapat membangun sendiri pengetahuan mereka dari berbagai sumber belajar disekitar mereka, tidak hanya yang berasal dari guru.
2.2.2.1  Teori Jean Piaget
Teori perkembangan intelektual dari Jean Piaget (Gatot Muhsetyo, 2010:1.9-1.11) menyatakan bahwa “kemampuan intelektual anak berkembang secara bertingkat atau bertahap, yaitu (a) sensori motor (0-2 Tahun), (b) pra-operasional (2-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun), dan operasional (diatas 11 tahun)”.
Teori Piaget ini menekankan bahwa setiap individu mampu beradaptasi dengan lingkuangannya. Sehingga dalam hal belajar dan mendapat ilmu pengetahuan dilakukan oleh diri individu masing-masing. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini  peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi.
Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu (1) memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman – pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud, (2) mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi ( ready made knowledge ) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan, (3) memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu-individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal, (4) mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
2.2.2.2  Teori Jerome Bruner
Teori Brunner berkaitan dengan perkembangan mental, yaitu kemampuan mental anak berkembang secara bertahap mulai dari yang sederhana ke yang rumit, mulai dari yang mudah ke yang sulit dan mulai dari yang nyata atau konkret ke yang abstrak (Gatot Muhsetyo,2009:1.12).
Proses belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang sudah ada dalam dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat terinternalisasi  dalam pikiran manusia yang mempelajarinya. Dalam kegiatan belajar mengajar, proses internalisasi akan optimal jika pengetahuan itu dipelajari dalam tahap-tahap berikut : (1) Tahap enaktif (enactive), suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan-pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau dibawa kedalam situasi nyata, (2) Tahap ikonik (iconic),suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan di presentasikan dengan menggunakan media display, misalnya dalam bentuk powerpoint dan macromedia flash. Gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan-kegiatan konkret seperti pada tahap enaktif, (3) Tahap simbolik (symbolic), suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol verbal misalnya huruf-huruf, kata-kata maupun kalimat-kalimat, dan lambang-lambang matematika.
Suatu proses belajar akan berlangsung optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif dan kemudian jika tahap pertama ini dirasa sudah cukup, siswa beralih ke tahap yang kedua yaitu tahap  dengan menggunakan ikonik. Selanjutnya kegiatan belajar itu dilanjutkan pada tahap ketiga  yaitu tahap belajar simbolik.
2.2.3   Alat Peraga
Ruseffendi (1997) dalam Hedar (2012:11) mengemukakan beberapa persyaratan alat peraga antara lain: tahan lama, bentuk dan warnanya menarik sederhana dan mudah dikelola, ukurannya sesuai, dapat menyajikan konsep matematika baik dalam bentuk real, gambar, atau diagram, sesuai dengan konsep matematika, dapat memperjelas konsep matematika kadan bukan sebaliknya, peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berfikir abstrak bagi siswa, menjadikan siswa belajar aktif dan mandiri dengan memanipulasi alat peraga dan bila mungkin alat peraga tersebut bisa berfaedah lipat (banyak).
Berdasarkan pendapat di atas, alat peraga dalam pembelajaran matematika harus memenuhi beberapa persyaratan. Tidak semua alat peraga di sekitar kita dan alat peraga dalam pembelajaran lain bisa digolongkan alat peraga dalam pembelajaran matematika.
Sedangkan kriteria menggunakan alat peraga sangat bergantung pada:          (1) Tujuan; Pemilihan kriteria alat peraga yang tepat dapat mempengaruhi tujuan pengajaran yang akan dicapai, apakah alat peraga tersebut mampu meningkatkan domain, kognitif, psikomotor yang merupakan tujuan dari sebuah pembelajaran, (2) Materi pelajaran; Alat peraga biasanya dipakai untuk membantu siswa dalam memahami sebuah konsep dasar dalam materi pembelajaran matematika sehingga memudahkan siswa dalam pemahaman materi dalam ruang lingkup dan kesukaran yang lebih tinggi. Peragaan untuk konsep dasar digunakan untuk mempermudah konsep selanjutnya, (3) Strategi belajar mengajar; Penggunakan alat peraga maka akan mempermudah guru di dalam menerapkan strategi di dalam mengajar. Penggunaan alat peraga merupakan strategi pengajaran dalam metode penemuan ataupun permainan, (4) Kondisi; Media alat peraga membantu guru pada kondisi-kondisi tertentu misalnya saja pada kondisi kelas yang penuh dengan siswa sehingga diperlukan pengeras suara untuk mempermudah guru agar dapat didengar oleh siswanya saat menjelaskan materi, (5) SiswaPemilihan alat peraga disesuaikan dengan apa yang disukai oleh siswa, misalnya saja alat peraga yang berupa permainan namun hal tersebut tentunya tidak lepas dari tujuan pembelajaran.
Pada dasarnya secara individual siswa itu berbeda-beda dalam mencapai tujuan belajar. Demikian pula dalam memahami konsep-konsep abstrak akan dicapai melalui tingkat-tingkat belajar yang berbeda. Suatu keyakinan bahwa anak belajar melalui dunia nyata menuju ke dunia abstrak dengan memanipulasi benda-benda nyata dapat digunakan sebagai perantaranya. Setiap konsep abstrak dalam matematika yang baru dipahami anak perlu segera diberikan penguatan supaya mengendap, melekat dan tahan lama tertanam, sehingga menjadi miliknya dalam pola pikir maupun pola tindakan. Alat peraga merupakan bagian dari media pendidikan yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan mata pelajaran matematika yaitu untuk mempertinggi mutu kegiatan belajar mengajar.
Mutu kegiatan belajar dapat ditingkatkan dengan menggunakan berbagai alat peraga dan media pembelajaran sesuai fungsinya masing-masing. Menurut Ruseffendi (1997) dalam Hedar (2012:13), fungsi penggunaan alat peraga dalam pengajaran matematika, diantaranya sebagai berikut: (1) Dengan adanya alat peraga, anak-anak akan lebih banyak mengikuti pelajaran matematika dengan gembira, sehingga minatnya dalam mempelajari matematika semakin besar. Anak senang, terangsang, kemudian tertarik dan bersikap positif terhadap pembelajaran matematika, (2) Dengan disajikan konsep abstrak matematika dalam bentuk konkret, maka siswa pada tingkat-tingkat yang lebih rendah akan lebih mudah memahami dan mengerti, (3) Anak akan menyadari adanya hubungan antara pembelajaran dengan benda-benda yang ada di sekitarnya, atau antara ilmu dengan alam sekitar dan masyarakat dan (4) Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkret, yaitu dalam bentuk model matematika dapat dijadikan obyek penelitian dan dapat pula dijadikan alat untuk penelitian ide-ide baru dan relasi-relasi baru.
Berdasarkan pendapat di atas, alat peraga berperan untuk menyuguhkan permasalahan matematika secara kongkrit dan menyenangkan, sebagaimana pendapat Mulyasa dalam Rusman (2010:326) menyatakan bahwa pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat suatu hubungan yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (not under pressure). Sehingga pada akhirnya siswa akan lebih mudah memahami pembelajaran matematika dan siswa bisa menyadari hubungan antara pembelajaran matematika dengan benda sekitar, sehingga minat siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika semakin besar.
2.2.4   Model Pembelajaran Langsung
Menurut Akhmad Sudrajat (2011) Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang menekankan pada penguasaan konsep dan perubahan perilaku dengan mengutamakan pendekatan deduktif, dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) transformasi dan ketrampilan secara langsung; (2) pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu; (3) materi pembelajaran yang telah terstruktur; (4) lingkungan belajar yang telah terstruktur; dan (5) distruktur oleh guru. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dan dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan berbagai media yang sesuai, seperti  gambar,  peragaan, dan sebagainya. Informasi yang disampaikan dapat berupa pengetahuan prosedural (yaitu pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu) atau pengetahuan deklaratif, (yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi). Kritik terhadap penggunaan model ini antara lain bahwa model ini tidak dapat digunakan setiap waktu dan tidak untuk semua tujuan pembelajaran dan semua siswa.
2.2.4.1  Tahapan Model Pembelajaran Langsung
Slavin (2003)  dalam Akhmad Sudrajat (2011) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks pembelajaran langsung, yaitu sebagai berikut;                  (1) Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa; (2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, dan mempersiapkan siswa untuk belajar(3) Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar atau menyajikan informasi tahap demi tahap (4) Melaksanakan bimbingan; Guru membagikan LKS, kemudian membimbing siswa baik secara klasikal maupun individu, (5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih; Memberi kesempatan kepada siswa untkuk berlatih, mengerjakan LKS, kerja kelompok, yang bertujuan untuk melatih ketrampilannya, (6) Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balikGuru memberikan reviu terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, ; memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang ketrampilan jika diperlukan. Guru memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka pelajari.
2.2.4.2  Penerapan Model Pembelajaran Langsung
Menurut Akhmad Sudrajat  (2011) beberapa situasi yang memungkinkan model pembelajaran langsung cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran:                       (1) Ketika guru ingin mengenalkan suatu bidang pembelajaran yang baru dan memberikan garis besar pelajaran dengan mendefinisikan konsep-konsep kunci dan menunjukkan keterkaitan di antara konsep-konsep tersebut, (2) Ketika guru ingin mengajari siswa suatu keterampilan atau prosedur yang memiliki struktur yang jelas dan pasti, (3) Ketika guru ingin memastikan bahwa siswa telah menguasai keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa, misalnya penyelesaian masalah (problem solving), (4) Ketika guru ingin menunjukkan sikap dan pendekatan-pedekatan intelektual (misalnya menunjukkan bahwa suatu argumen harus didukung oleh bukti-bukti, atau bahwa suatu penjelajahan ide tidak selalu berujung pada jawaban yang logis), (5) Ketika subjek pembelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan dengan pola penjelasan, pemodelan, pertanyaan, dan penerapan, (6) Ketika guru ingin menumbuhkan ketertarikan siswa akan suatu topik,                       (7) Ketika guru harus menunjukkan teknik atau prosedur-prosedur tertentu sebelum siswa melakukan suatu kegiatan praktik, (8) Ketika guru ingin menyampaikan kerangka parameter-parameter untuk memandu siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran kelompok atau independen, (9) Ketika para siswa menghadapi kesulitan yang sama yang dapat diatasi dengan penjelasan yang sangat terstruktur dan (10) Ketika lingkungan mengajar tidak sesuai dengan strategi yang berpusat pada siswa atau ketika guru tidak memiliki waktu untuk melakukan pendekatan yang berpusat pada siswa.
2.2.4.3  Kelebihan  dan Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung
Kelebihan dan keterbatasan model pembelajaran langsung menurut Akhmad Sudrajat (2011) sebagai berikut.

1.    Kelebihan model pembelajaran langsung:
Kelebihan model pembelaaran langsung adalah sebagai berikut; (1) Dengan model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa, (2) Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil, (3) Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan, (4) Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual yang sangat terstruktur,                   (5) Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah, (6) Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa,                      (7) Memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran (melalui presentasi yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan dan antusiasme siswa, (8) Ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada siswa yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam menyusun dan menafsirkan informasi, (9) Secara umum, ceramah adalah cara yang paling memungkinkan untuk menciptakan lingkungan yang tidak mengancam dan bebas stres bagi siswa. Para siswa yang pemalu, tidak percaya diri, dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tidak merasa dipaksa dan berpartisipasi dan dipermalukan, (10) Model pembelajaran langsung dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukkan bagaimana suatu permasalahan dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, dan bagaimana suatu pengetahuan dihasilkan, (12) Pengajaran yang eksplisit membekali siswa dengan ”cara-cara disipliner dalam memandang dunia (dan) dengan menggunakan perspektif-perspektif alternatif” yang menyadarkan siswa akan keterbatasan perspektif yang inheren dalam pemikiran sehari-hari, (13) Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini, (14) Ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia secara langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan dan hasil-hasil penelitian terkini,                     (15) Model pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat memberi siswa tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat), (16) Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu tugas dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini penting terutama jika siswa tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam melakukan tugas tersebut, (17) Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila model pembelajaran langsung digunakan secara efektif dan (18) Model pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru sehingga guru dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya.

2.    Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung:
Keterbatasan model pembelaaran langsung adalah sebagai berikut;          (1) Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa, (2) Dalam model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa, (3) Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka, (4) Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat, (5) Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran langsung, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa, (6) Model pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula dan model pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk menampilkan banyak perilaku komunikasi positif, (7) Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model pembelajaran langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan, (8) Model pembelajaran langsung memberi siswa cara pandang guru mengenai bagaimana materi disusun dan disintesis, yang tidak selalu dapat dipahami atau dikuasai oleh siswa. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mendebat cara pandang ini, (9) Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat sedikit isi materi yang disampaikan, (10) Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu mereka ketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran mereka sendiri, (11) Karena model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu arah, guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini dapat membuat siswa tidak paham atau salah paham, (12) Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya, banyak siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang dimaksudkan oleh guru.
2.5         Penjumlahan Bilangan Bulat dan Pengurangan dengan Menggunakan Garis Bilangan

Menurut Akina, dkk. (2012:35) bahwa ”Kita dapat memikirkan penjumlahan bilangan bulat sebagai suatu gerakan atau perpindahan sepanjang suatu garis bilangan”. Dalam penggunaan garis bilangan untuk menanamkan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat diperlukan sistem kesepakatan (aturan).
Sistem kesepakatan pertama meliputi kesepakatan-kesepakatan berikut: meliputi kesepakatan-kesepakatan berikut: (1) Setiap akan melakukan peragaan, posisi awal aktivitas peragaan harus selalu dimulai dari bilangan atau skala 0 (nol), (2) Jika bilangan yang ditambah atau dikurangi bertanda positif, maka anak panah diarahkan ke bilangan positif dan bergerak maju sesuai bilangannya.  Sebaliknya jika bilangan yang ditambah atau dikurangi bertanda negatif, maka anak panah diarahkan ke bilangan negatif dan bergerak maju sesuai bilangannya, (2) Jika anak panah dilangkahkan maju, maka dalam prinsip operasi hitung istilah maju dapat diartikan sebagai "penjumlahan". Sebaliknya, jika anak panah dilangkahkan mundur maka istilah mundur dapat diartikan sebagai "pengurangan". (3) Namun demikian, gerakan maju atau mundurnya anak panah tergantung pada bilangan penambah atau pengurangnya. Untuk gerakan maju: apabila bilangan penambahnya merupakan bilangan positif, maka gerakan maju anak panah harus ke arah bilangan positif. Sebaliknya, apabila bilangan penambahnya merupakan bilangan negatif, maka gerakan maju anak panah juga harus ke arah bilangan negatif. (4)Untuk gerakan mundur: apabila bilangan pengurangnya merupakan bilangan positif, maka anak panah akan mundur dengan ujung anak panahnya menghadap ke bilangan positif. Sebaliknya, apabila bilangan pengurangnya merupakan bilangan negatif, maka anak panah akan mundur dengan ujung anak panahnya menghadap ke bilangan negatif, (5) Dalam penjumlahan, hasil akhir dapat dilihat dari posisi akhir ujung anak panah, sedangkan dalam pengurangan, hasil akhir dilihat dari posisi pangkal anak panah.
Dalam penjumlahan bilangan bulat dengan menggunakan garis bilangan untuk kedua sistem kesepakatan tersebut diperlukan garis bilangan seperti berikut.
         ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●         
        -9    -8    -7    -6    -5    -4    -3    -2    -1      0     1     2      3     4      5     6      7     8     9
Gambar  2.1 Garis bilangan
Pangkal anak panah  Ujung anak panah
Ujung anak panah     Pangkal anak panah
Selain garis bilangan seperti pada Gambar 2.1, juga diperlukan gambar anak panah berarah. Setiap anak panah berarah memiliki ujung dan pangkal, sebagaimana Gambar 2.2 berikut ini.


Gambar 2.2 Anak panah
Selanjutnya akan dijelaskan bagaimana peragaan gerakan maju, mundur, jalan terus (arah tetap), dan balik kanan dari anak panah. Gerakan maju adalah gerakan yang dimulai dari pangkal panah ke ujung anak panah dan digambar dengan anak panah yang arah gerakannya sesuai dengan arah panah. Sebaliknya gerakan mundur adalah gerakan yang dimulai dari ujung anak panah ke pangkal anak panah dan digambar dengan anak panah yang arah gerakannya berlawanan dengan arah panah. Gambar 2.3 (i) dan (ii) meragakan gerakan maju dan sebaliknya Gambar 2.3. (iii) dan (iv) meragakan gerakan mundur.  
                             
(i)                                            (ii)                                  (iii)                               (iv)
Gambar 2.3 Anak panah berarah

2.5.1   Penjumlahan Bilangan Bulat dengan Menggunakan Garis Bilangan Sistem Kesepakatan Pertama

Penjumlahan bilangan bulat dengan menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama, meliputi: (1) penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif, (2) penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif. (3) penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif, dan (4) penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif.
1.    Penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama

Penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif, misalnya 3 + 4 = …. Bilangan yang ditambah adalah +3, oleh karena itu anak panah dilangkahkan maju dari bilangan 0 ke arah bilangan positif dan berhenti pada bilangan +3. Karena operasi hitung penjumlahan dan bilangan penambahnya adalah bilangan +4, maka anak panah dilangkahkan maju ke arah bilangan positif dari posisi bilangan +3 sebanyak 4 satuan. Posisi akhir ujung anak panah tepat berada pada bilangan 7. Peragaan tersebut menunjukkan bahwa 3 + 4 = 7 sebagaimana Gambar 2.4.
         ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●         
        -9    -8    -7    -6    -5    -4    -3    -2    -1      0     1     2      3     4      5     6     7      8     9
Gambar  2.4 Peragaan 3 + 4  =  7 dengan menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama


2.    Penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama

Penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif, misalnya 7 + (– (5) = …. Bilangan yang ditambah adalah +7, oleh karena itu anak panah dilangkahkan maju dari bilangan 0 ke arah bilangan positif dan berhenti pada bilangan +7. Karena operasi hitung penjumlahan dan bilangan penambahnya adalah bilangan -5, maka anak panah dilangkahkan maju ke arah bilangan negatif dari posisi bilangan +7 sebanyak 5 satuan. Posisi akhir ujung anak panah tepat berada pada bilangan +2. Peragaan tersebut menunjukkan bahwa  7 + (– (5) = 2 sebagaimana Gambar 2.5.
         ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●         
        -9    -8    -7    -6    -5    -4    -3    -2    -1      0     1     2      3     4      5     6     7      8     9
Gambar  2.5  Peragaan 7 + (–5) = 2 dengan menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama.

3.    Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif  menggunakan sistem kesepakatan pertama

Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif, misalnya –7 + 4 = …Bilangan yang ditambah adalah –7, oleh karena itu anak panah dilangkahkan maju dari bilangan 0 ke arah bilangan negatif dan berhenti pada bilangan –7. Karena operasi hitung penjumlahan dan bilangan penambahnya adalah bilangan +4, maka anak panah dilangkahkan maju ke arah bilangan positif dari posisi bilangan –7 sebanyak 4 satuan. Posisi akhir ujung anak panah tepat berada pada bilangan –3. Peragaan tersebut menunjukkan bahwa  –7 + 4 = -3 sebagaimana Gambar 2.6.
         ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●         
        -9    -8    -7    -6    -5    -4    -3    -2    -1      0     1     2      3     4      5     6     7      8     9
Gambar  2.6  Peragaan –7 + 4 = (–3) dengan menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama


4.        Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama

Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif, misalnya (–4) + (– (3) = …Bilangan yang ditambah adalah –4, oleh karena itu anak panah dilangkahkan maju dari bilangan 0 ke arah bilangan negatif dan berhenti pada bilangan –4. Karena operasi hitung penjumlahan dan bilangan penambahnya adalah bilangan –3, maka anak panah dilangkahkan maju ke arah bilangan negatif dari posisi bilangan –4 sebanyak 3 satuan. Posisi akhir ujung anak panah tepat berada pada bilangan –7. Peragaan ini menunjukkan bahwa –4 + (–3) = (–7). 
         ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●         
        -9    -8    -7    -6    -5    -4    -3    -2    -1      0     1     2      3     4      5     6     7      8     9
Gambar  2.7 Peragaan –4 + (–3) = (–7) dengan menggunakan garis bilangan sistem dengan kesepakatan pertama

2.5.2   Pengurangan Bilangan Bulat dengan Menggunakan Garis Bilangan Sistem Kesepakatan Pertama

Pegurangan bilangan bulat dengan menggunakan garis bilangan dengan sistem kesepakatan pertama, meliputi: (1) pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif, (2) pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif. (3) pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif, dan (4) pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif.
1.    Pengurangan bilangan positif dengan bilangan bulat positif menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama

Pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif, misalnya 5 – 3 = …. Bilangan yang dikurang adalah +5, oleh karena itu anak panah dilangkahkan maju dari bilangan 0 ke arah bilangan positif dan berhenti pada bilangan +5. Karena operasi hitung pengurangan dan bilangan pengurangnya adalah bilangan +3, maka anak panah tetap menghadap ke arah bilangan positif dilangkahkan mundur sebanyak 3 satuan. Posisi akhir pangkal panah tepat berada pada bilangan 2. Peragaan ini menunjukkan bahwa  5 – 3 = 2, sebagaimana Gambar.2.8
        ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●         
        -9    -8    -7    -6    -5    -4    -3    -2    -1      0     1     2      3     4      5     6     7      8     9




Gambar  2.8 Peragaan 5-3 = 2 menggunakan garis bilangan sistem kesepakan pertama
2.    Pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama
Pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif, misalnya 5 – (-4) = …. Bilangan yang dikurang adalah +5, oleh karena itu anak panah dilangkahkan maju dari bilangan 0 ke arah bilangan positif dan berhenti pada bilangan +5. Karena operasi hitung pengurangan dan bilangan pengurangnya adalah bilangan -4, maka anak panah menghadap  ke arah bilangan negatif dilangkahkan mundur sebanyak 4 satuan. Posisi akhir pangkal panah tepat berada pada bilangan 9. Peragaan ini menunjukkan bahwa  5 – (-4) = 9, sebagaimana Gambar 2.9
        ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●         
        -9    -8    -7    -6    -5    -4    -3    -2    -1      0     1     2      3     4      5     6     7      8     9




Gambar  2.9 Peragaan 5 – (-4) = 9 menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama

3.        Pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama

Pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif, misalnya -5 – (4) = …Bilangan yang dikurang adalah -5, oleh karena itu anak panah dilangkahkan maju dari bilangan 0 ke arah bilangan negatif dan berhenti pada bilangan -5. Karena operasi hitung pengurangan dan bilangan pengurangnya adalah bilangan  4, maka anak panah menghadap  ke arah bilangan positif dilangkahkan mundur sebanyak 4 satuan. Posisi akhir pangkal panah tepat berada pada bilangan -9. Peragaan ini menunjukkan bahwa -5 – (4) = (-9) sebagaimana Gambar 2.10
        ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●         
        -9    -8    -7    -6    -5    -4    -3    -2    -1      0     1     2      3     4      5     6     7      8     9




Gambar  2.10  Peragaan -5 – (4) = (-9)  menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama

4.        Pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama

Pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif, misalnya  -3 – (-7) = …Bilangan yang dikurang adalah -3, oleh karena itu anak panah dilangkahkan maju dari bilangan 0 ke arah bilangan negatif dan berhenti pada bilangan -3. Karena operasi hitung pengurangan dan bilangan pengurangnya adalah bilangan -7, maka anak panah menghadap  ke arah bilangan negatif dilangkahkan mundur sebanyak 7 satuan. Posisi akhir pangkal panah tepat berada pada bilangan 4. Peragaan ini menunjukkan bahwa -3 – (-7) = 4 sebagaimana Gambar 2.11
         ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●     ●         
        -9    -8    -7    -6    -5    -4    -3    -2    -1      0     1     2      3     4      5     6     7      8     9




Gambar  2.11  Peragaan  -3 – (-7) = 4  menggunakan garis bilangan sistem kesepakatan pertama

2.3         Kerangka Konsep
Fokus masalah dalam penelitian ini adalah tentang kurangnya kemampuan siswa dalam mengerjakan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan garis bilangan. Terlihat dari hasil pengerjaan siswa yang relatif rendah pada tes awal. Ini merupakan dampak dari proses pembelajaran yang membuat siswa menjadi pasif di dalam kelas, siswa hanya diberikan tugas latihan tanpa mempertimbangkan tahap-tahap perkembangan siswa yaitu tahap enactiv, iconic dan simbolic sebagaimana yang dikemukakan oleh Brunner.
Belajar merupakan sebuah pola aktivitas yang dilakukan oleh si pembelajar yaitu siswa. Guru seharusnya  bertindak sebagai motivator, fasilitator, mediator dan perancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat melakukan aktivitas belajar dalam suatu proses pembelajaran dengan baik.
Kondisi pembelajaran matematika ini, kemudian harus diperbaiki dengan menggunakan garis bilangan kesepakatan satu, yang dapat mengarahkan siswa agar memahami dari kondisi nyata atau konkrit, kemudian diarahkan untuk memahami kondisi tahap operasional konkrit dan selanjutnya simbolic atau abstrak. Siswa akan merasa senang dan lebih memahami materi yang diberikan. Guru hanya bertindak sebagai motivator, fasilitatot dan mediator.
Penggunaan garis bilangan kesepakatan satu diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan garis bilangan di kelas V SDN Kapopo.








 Berikut ini disajikan bagan kerangka berpikir pada gambar 2.1.
Kondisi Saat Ini
Tindakan
Tujuan/Hasil
a.    Kurangnya kemampuan siswa kelas V SDN Kapopo pada penjumlahan dan  pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan garis bilangan
b.    Guru belum menggunakan alat peraga pita garis bilangan
a.    Peneliti bertindak sebagai guru
b.    Penggunaan garis bilangan kesepakatan satu 
c.     Penggunaan alat peraga
d.    Menggunakan model pembelajaran langsung
a.     Untuk meningkatkan kemampuan siswa pada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan garis bilangan
b.     Meingkatanya Kemampuan siswa dalam penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan garis bilangan
c.      
Diskusi Pemecahan Masalah
Penggunaan garis bilangan kesepakatan satu
Evaluasi Awal
Evaluasi Efek
Evaluasi Akhir
Gambar 2.12 Bagan Alur Kerangka Pemikiran
2.4         Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang masalah, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah kemampuan siswa kelas V SDN Kapopo menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dapat ditingkatkan melalui penggunaan garis bilangan kesepakatan satu.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1         Rancangan Penelitian
3.1.1   Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini mengacu pada model penelitian yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc. Taggart dalam (Syuaib, 2012:29) yang terdiri atas 4 komponen yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan, (4) refleksi, seperti tampak pada gambar berikut:
Keterangan
0                 : Pratindakan
1                 : Rencana
2                 : Pelaksanaan
3                 : Observasi
4                 : Refleksi
5                 :Rencana
6                 : Pelaksanaan
7                 : Observasi
8                 : Refleksi
 a         : Siklus 1
 b         : Siklus 2

Gambar 3.1. Diagram Alur Penelitian model Kemmis dan Mc. Taggart

3.1.2   Setting dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SDN Kapopo. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V yang berjumlah 21 orang siswa, terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan 6 orang siswa perempuan yang terdaftar pada tahun ajaran 2013/2014 dan dipilih 3 orang sebagai informator.


3.1.3   Tahap-tahap Penelitian
Kegiatan penelitian ini terdiri dalam dua tahap, yaitu tahap pra tindakan dan tahap pelaksanaan tindakan.
1.    Tahap Pra Tindakan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu:
1)   Melakukan wawancara dengan guru kelas V SDN Kapopo, berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa kelas V SDN Kapopo dalam pembelajaran matematika masih kurang karena jika diajarkan suatu materi mereka paham pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung saja namun materi tersebut akan cepat dilupakan oleh siswa ketika sudah diberikan materi yang lain. Selain itu dalam proses pembelajaran guru kurang memanfaatkan alat peraga khususnya pada mata pelajaran matemtika, biasanya guru hanya menggunakan metode latihan dan penugasan.
2)   Memberikan tes awal kepada siswa; berdasarkan tes awal yang diberikan, dari 21 orang siswa yang mengikuti tes awal hanya 5 orang yang dianggap mampu untuk mengerjakan tes dengan baik. Perolehan ini dapat dilihat pada lampiran 1.
2.    Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilakukan secara bersiklus dan setiap siklus terdiri dari empat fase. Rinciannya adalah sebagai berikut:


1)   Perencanaan
Kegiatan pada tahap perencanaan yaitu; (1) Menyusun rencana  pembelajaran yang mengacu pada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan garis bilangan kesepakatan satu yang dapat dilihat pada lampiran 3, (2) Membuat alat peraga pita garis bilangan, (3) Menetapkan pengamat yaitu Rendra Setiawan yang bertugas untuk melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dan Bapak Ajalman selaku wali kelas V yang bertugas untuk melakukan pengamatan terhadap aktivitas guru/peneliti dalam mengelola pembelajaran, (4) Menyusun lembar observasi meliputi kegiatan guru dan siswa siklus I dan siklus II selama proses belajar megajar sebagaimana yang terlihat pada lampiran 10, lampiran 11, lampiran 12, lampiran 13, lampiran 19, lampiran 20, lampiran 21 dan lampiran 21, (5) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) siklus I dan Siklus II untuk setiap siswa sebagaimana yang terlihat pada lampiran 6, lampiran 7, lampiran 17 dan lampiran 18,  (6) Menyusun tes evaluasi (tes tindakan) sebagaimana yang terlihat pada lampiran 4, lampiran 5, lampiran 15 dan lampiran 16, (7) Menyiapkan fasilitas pendukung yang diperlukan yaitu alat peraga pita garis bilangan dan kamera (8) Mengkoordinasikan program kerja pelaksanaan tindakan kelas dengan Kepala Sekolah SDN Kapopo dan Wali Kelas V SDN Kapopo, hasil diskusi ditentukan bahwa pelaksanaan tindakan akan dimulai pada hari Rabu tanggal 19 Agustus 2013.

2)   Pelaksanaan Tindakan
Setelah persiapan selesai, maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan dalam kelas yang sebenarnya. Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini didasarkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disiapkan, yaitu dengan menerapkan penggunaan garis bilangan pada materi perkalian dan pembagian bilangan bulat di kelas V SDN Kapopo sebagaimana yang terlihat pada lampiran 3 dan lampiran 14.
3)   Pengamatan (Observasi)
Kegiatan pengamatan dilakukan selama tindakan berlangsung. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengamati aktifitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran dengan menerapkan penggunaan garis bilangan kesepakatan satu yang bertindak sebagai pengamat untuk aktivitas siswa yaitu saudara Rendra Setiawan dan yang bertindak sebagai pengamat untuk aktivitas guru yaitu Bapak Ajalman.
4)   Refleksi
Kegiatan pada tahap ini adalah menganalisis data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan, hasil tes, dan hasil wawancara. Berdasarkan analisis data maka dilakukan refleksi dengan tujuan untuk mengamati kekurangan dan kelebihan yang terjadi saat proses pembelajaran berlangsung. Hasil refleksi digunakan untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam upaya untuk perbaikan pada siklus berikutnya.


3.2         Jenis Data dan Cara Pengambilan Data
3.2.1   Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini yaitu data kualitatif berupa aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran matematika tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat serta data kesulitan siswa dan data kemampuan siswa dalam memahami materi tersebut.
3.2.2   Cara pengumpulan data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1.    Pemberian tes awal dan tes pada setiap akhir tindakan.
Tes awal diberikan sebelum tindakan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi tentang pemahaman awal siswa, sedangkan tes pada akhir tindakan dilakukan untuk memperoleh data tentang peningkatan pemahaman belajar yang dicapai oleh siswa.
2.    Wawancara dilakukan dengan guru kelas, pengamat dan beberapa siswa yang telah dipilih untuk menjadi peserta wawancara.
3.    Observasi, dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi. Tujuannya untuk mengamati aktivitas peneliti dan siswa, yang melakukan pengamatan adalah teman sejawat.
4.    Pencatatan lapangan, dilaksanakan selama kegiatan pembelajaran berlangsung untuk mencatat hal-hal yang belum sempat terekam melalui tes, wawancara dan observasi.


3.3         Teknik Analisis Data Kualitatif
Data yang dikumpulkan kemudian diolah, dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari hasil observasi catatan lapangan dan pemberian tes akhir setiap tindakan.
Tahap-tahap analisis  data  menurut Milles dan Huderman (Muslich, 2010:91) adalah sebagai berikut: (1) Mereduksi data, adalah proses kegiatan menyeleksi, memfokuskan, dan menyederhanakan semua data yang telah diperoleh, mulai dari awal pengumpulan data sampai penyusunan laporan penelitian, (2) Penyajian data, dilakukan dengan menyusun data secara sederhana ke dalam tabel dan diberi nama kualitatif. Sehingga memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan, (3) Penarikan kesimpulan, adalah proses penampilan intisari, dari sajian yang telah terorganisir tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat atau informasi yang singkat dan jelas.
3.4         Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini jika dalam proses pembelajaran diperoleh hasil pengamatan aktivitas guru dan siswa berdasarkan lembar pengamatan minirnal rata-rata menunjukkan angka 4 dalam kategori baik. Serta apabila siswa diberi soal tentang materi penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan garis bilangan mampu menyelesaikan soal dengan benar, dan apabila diwawancarai siswa mampu memberikan penjelasan tentang apa yang ditulis atau dikerjakan dengan benar dan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sudrajat. 2011. http://.wordpress.com/2011/01/27/model-pembelajaran-langsung/. Diakses tanggal 25 Juni 2013. Palu.

Akina, Sudarman, dan Raharjo, M. 2012. Modul Perkalian dan Pembagian Bilangan Bulat. Cetakan Pertama. Jakarta: PUSBANGPRODIK BPSDMPK-PMP KEMDIKBUD

Galih. 2013. Penerapan CTL dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada materi penjumlahan pecahan di kelas IV SD BK Tanapobunti. Palu: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Tadulako.

Guilford. 2000. Faktor-faktor yang mendasar dalam Pendidikan agar berhasil dalam Mengajar. Jakarta: Depdiknas.

Hedar, A.F.R. 2012. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas v SD Inpres padende pada materi luas segitiga Melalui penggunaan alat peraga. Palu: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Tadulako.

Indra 2008. Rahasia Meraih Kesuksesan. Bandung: Pustaka Kencana.

Iskandar. 2009. Mengembangkan Kreativitas anak dalam 1 bulan. Jakarta: Gramedia

Indra 2008. Rahasia Meraih Kesuksesan. Bandung: Pustaka Kencana.

Karso, dkk. 2008. Pendidikan Matematika 1. Jakarta: Universitas Terbuka.

Muslich, Masnur. 2010. Melaksanakan PTK Itu Mudah (Action Clasroom Research) Pedoman Praktis Bagi Guru Profesional. Cetakan keempat. Jakarta: PT Bumi Aksara

Mukhlis. 2012. Model Pembelajaran CTL, (Online), (http://mukhliscaniago.wordpress.com/2012/02/24/model-pembelajaran-ctl/, diakses pada tanggal 20 Juni 2013)

Muhsetyo, dkk., 2011. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Miles, Matthew dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tantang Metode-Metode Baru. Jakarta:UI Press.

Nasution. 1995. Fungsi Metode Resitasi. Jakarta: Balai Pustaka.

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Sitiatava. 2013. Desain Evaluasi Belajar Berbasis Kinerja. Jogjakarta: DIVA Press.

Sobry. 2013. Belajar dan Pembelajaran (Upaya Kreatif dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil). Lombok: Holistica.

Sonatri Oktilia (2012) Penerapan Media Ceker  Untuk Meningkatkan Kemampuan Penjumlahan Bilangan Bulat Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Online) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu.  Volume 1 nomor 1.

Sri Mulyani. (2012) Pembelajaran Matematika dengan Alat Peraga Berpasangan. E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume 5.

Sumiati. 2008. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Suryabrata. 2004. Rahasia Melejitkan daya Ingat. Jakarta: PT Pindo Deli.

Suryanto. 2008. Evaluasi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sudrajat, Akhmad. 2011. Model Pembelajaran Langsung, (Online), (http://.wordpress.com/2011/01/27/model-pembelajaran-langsung/, Diakses tanggal 25 Juni 2013. Palu.)
                           
Syuaib, Dahlia. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Palu: Mitra Grafika Edukasi

Tamuwijaya. 2006. Teknik-Teknik dan Metode dalam Mengajar. Jakarta: Depdiknas

Yusmaneli (2012) Meningkatkan Kemampuan Penjumlahan Bilangan Bulat Positif Negatif Menggunakan Lidi  Berwarna Pada Siswa Tunagrahita Ringan, (Online) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu.  Volume 1 nomor 1.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PROFIL

Assalamu alaikum teman-teman,,,!!! Selamat datang yah di blog aku. Nama saya Surahman, saat ini sedang aktif sebagai mahasiswa Pascasarj...